I WAYAN TITIP SULAKSANA
Jawapes Surabaya - Dalam rapat Paripurna DPR mengesahkan revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bahwa, RUU Perkawinan telah menyepakati usia minimum nikah bagi laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun.
Revisi UU Perkawinan No 1/1974 tentang perkawinan resmi disahkan sebagai Undang-Undang.
Usia Perkawinan dalam UU Lama diketahui, UU No 1/1974 pasal 7 menyebutkan Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Kini dengan adanya revisi itu, baik pria maupun wanita batas usia pernikahan adalah 19 tahun.
Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh KUA Tambaksari menyalahi prosedur hukum yang berlaku, karena berani melakukan pernikahan pada anak yang berumur kurang dari 19 tahun pada 25 juli 2020 lalu.
Menurut Prakitisi Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), I Wayan Titip Sulaksana turut mengkritisi adanya perkawinan yang dilakukan Kantor Urusan Agama (KUA) Tambaksari, Surabaya. Kamis (13/08)
Kantor KUA Tambaksari
Kritikan itu dilontarkan lantaran Wayan saat dihubungi awak media melalui telepon seluler, Rabu (12/08), menganggap proses perkawinan yang tidak menyertakan dispensasi dari pengadilan agama.
"Loh gak boleh, itu wajib jangan disepelekan, kalau dispensasinya belum dilaksanakan atau belum terpenuhi, perkawinan itu masih dipertanyakan keabsahannya," ungkap Wayan Titip.
Wayan menekankan aturannya jelas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 tentang Perkawinan.
"Kalau dipaksakan berarti sudah melanggar undang-undang kalau sudah melanggar undang-undang berarti perkawinannya cacat prosedural. Walaupun menurut hukum Islam sah karena adanya ijab kabul tapi ijab kabul itu sah jika ada persetujuan dari Negara yang diwakili Pengadilan Agama". Tegas Wayan Titip.
Disinggung terkait adanya kejadian ini Drs. Husnul Maram, M.H.I Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur saat dikonfirmasi melakui pesan WhatsApp, Rabu (12/08 ) mengatakan pelaksanaan pencatatan pernikahan harus sesuai regulasi di NKRI dan bagi orang yang beragama Islam wajib sesuai Syari'at Islam (sesuai Syarat dan rukun Nikah sesuai Fiqh Nikah atau Kompilasi Hukum Islam).
"Tentunya kami menunggu hasil penelitian dari Tim kami yaitu yg dipimpin oleh Kasi Bimas Islam, bilamana betul-betul terjadi pelanggaran maka harus ditindak tegas sesuai peraturan yg berlaku". Ujar Husnul Maram.
(Csan/Ichal/Munif)
Jawapes Surabaya - Dalam rapat Paripurna DPR mengesahkan revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bahwa, RUU Perkawinan telah menyepakati usia minimum nikah bagi laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun.
Revisi UU Perkawinan No 1/1974 tentang perkawinan resmi disahkan sebagai Undang-Undang.
Usia Perkawinan dalam UU Lama diketahui, UU No 1/1974 pasal 7 menyebutkan Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Kini dengan adanya revisi itu, baik pria maupun wanita batas usia pernikahan adalah 19 tahun.
Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh KUA Tambaksari menyalahi prosedur hukum yang berlaku, karena berani melakukan pernikahan pada anak yang berumur kurang dari 19 tahun pada 25 juli 2020 lalu.
Menurut Prakitisi Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), I Wayan Titip Sulaksana turut mengkritisi adanya perkawinan yang dilakukan Kantor Urusan Agama (KUA) Tambaksari, Surabaya. Kamis (13/08)
Kantor KUA Tambaksari
Kritikan itu dilontarkan lantaran Wayan saat dihubungi awak media melalui telepon seluler, Rabu (12/08), menganggap proses perkawinan yang tidak menyertakan dispensasi dari pengadilan agama.
"Loh gak boleh, itu wajib jangan disepelekan, kalau dispensasinya belum dilaksanakan atau belum terpenuhi, perkawinan itu masih dipertanyakan keabsahannya," ungkap Wayan Titip.
Wayan menekankan aturannya jelas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 tentang Perkawinan.
"Kalau dipaksakan berarti sudah melanggar undang-undang kalau sudah melanggar undang-undang berarti perkawinannya cacat prosedural. Walaupun menurut hukum Islam sah karena adanya ijab kabul tapi ijab kabul itu sah jika ada persetujuan dari Negara yang diwakili Pengadilan Agama". Tegas Wayan Titip.
Disinggung terkait adanya kejadian ini Drs. Husnul Maram, M.H.I Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur saat dikonfirmasi melakui pesan WhatsApp, Rabu (12/08 ) mengatakan pelaksanaan pencatatan pernikahan harus sesuai regulasi di NKRI dan bagi orang yang beragama Islam wajib sesuai Syari'at Islam (sesuai Syarat dan rukun Nikah sesuai Fiqh Nikah atau Kompilasi Hukum Islam).
"Tentunya kami menunggu hasil penelitian dari Tim kami yaitu yg dipimpin oleh Kasi Bimas Islam, bilamana betul-betul terjadi pelanggaran maka harus ditindak tegas sesuai peraturan yg berlaku". Ujar Husnul Maram.
(Csan/Ichal/Munif)
Posting Komentar